Follow Me on Twitter

Rabu, 11 Juli 2012

RUU PT dan Kontroversinya


 

Beberapa hari lagi, dunia pendidikan Indonesia akan mengalami sebuah perubahan. 13 juli yang akan datang, akan diadakan pengesahan RUU (Rancangan Undang Undang) Pendidikan Tinggi oleh DPR RI. RUU ini telah membuat banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama di kalangan pemerhati pendidikan dan mahasiswa sebagai elemen dari pendidikan itu sendiri.


Pada dasarnya, ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menjadi landasan dalam pembuatan suatu undang-undang. Landasan ideologis, yuridis, dan sosiologis.

Landasan ideologis yang dianut bangsa indonesia adalah konstitusi negara kita. Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa pendidikan adalah hak yang diterima oleh setiap warga negara indonesia. Pendidikan merupakan satu tujuan dari negara ini, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi ".. mencerdaskan kehidupan bangsa .." selain itu juga tecantum dalam konstitusi negara kita UUD 1945 pada pasal 31 ayat 1 "Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan" tentunya yang dimaksud disini adalah pendidikan yang tidak diskriminatif.

Beralih ke landasan yuridis, dalam proses pengkajian yang kami lakukan, tenyata RUU PT ini masih memiliki banyak kimiripan dengan pendahulunya, UU BHP (Badan Hukum Pendidikan). Padahal UU ini telah dibatalkan oleh MK pada Maret 2010 karena bertentangan dengan konstitusi. Dan lagi, regulasi tentang pendidikan telah diatur dalam UU Sisdiknas (UU 20 tahun 2003) dan UU tersebut tidak mengamanatkan untuk membuat suatu UU baru yang mengatur tentang pendidikan tinggi di indonesia.

Selanjutnya, dalam landasan sosiologis, tidak ditemukan adanya desakan dari masyarakat untuk pembentukan suatu legal formal yang mengatur tentang pendidikan tinggi di indonesia. Pada dasarnya, RUU PT ini dibuat hanya untuk mengakomodasi beberapa perguruan tinggi – badan hukum milik negara (PT-BHMN) yang kehilangan payung hukum untuk menjalankan badan usaha pada perguruan tinggi, akibat dari pembatalan UU BHP tahun 2010 lalu. Bahkan yang sering kita dengar adalah penolakan dari berbagai elemen masyarakat terhadap pengesahan RUU PT ini.

 

Jika diteliti sebetulnya dalam RUU ini ini terdapat banyak hal yang kontroversial. Pemasalahan utama yang muncul adalah liberalisasi pendidikan. Seperti pada pasal 50 yang secara implisit menyatakan bahwa perguruan tinggi luar negeri dapat membuka cabang dengan embel embel kerjasama internasional di bidang pendidikan. Liberalisasi pendidikan seperti ini tentunya akan menimbulkan banyak masalah. Permasalahan paling utama adalah meningkatnya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan, karena mengikuti standar luar negeri. Selain itu hal ini juga berpotensi membuka informasi tentang negara kita yang bersifat strategis, seperti data sumber daya alam atau semacamnya. Tekanan asing, seperti investor dan semacamnya masih bisa menjadikan pendidikan sebagai sasaran empuk dan lahan bisnis baru. Jumlah penduduk yang banyak dan tenaga kerja yang murah, membuat mereka yakin dapat meraup untung dari sektor ini.

Perlu kita ketahui bersama, pendidikan, memang sebuah substansi di bidang jasa. Namun hal ini tidak serta merta mengakibatkan pendidikan sebagai komoditas yang bisa diliberalisasi.

Selanjutnya adalah pembiayaan dalam dunia pendidikan tinggi. Undang undang ini secara implisit mengisyaratkan akan pengurangan dari pembiayaan pemerintah dalam dunia pedidikan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak diantara masyarakat indonesia tidak bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan tinggi karena masalah biaya. Sebetulnya hal inilah yang perlu diatur oleh pemerintah, tentang pembiayaan pendidikan. Namun dalam undang undang ini, pemerintah seakan semakin melepas tangan dalam pembiayaan pendidikan (bab V RUU PT). Padahal seharusnya, ketika kita berkaca pada landasan negara kita, konstitusi kita UUD 1945, dnyatakan bahwa salah satu tujuan negara kita adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sungguh ironis kiranya ketika dalam undang undang ini semakin menjauhkan negara ini dari tujuan yang sebenarnya.

Hal lain yang dianggap kontroversial adalah peran negara dalam dunia pendidikan, dalam hal ini adalah dunia pendidikan tinggi. Dalam RUU ini, banyak aspek yang seharusnya cukup menjadi domain dari kampus, namun malah diserahkan kepada negara. Seperti kebebasan mimbar akademik dan pengaturan rumpun ilmu pengetahuan (dalam pasal 9), tentang kurikulum pendidikan (dalam pasal 16), tentang penelitian pada perguruan tinggi (pada pasal 20), juga tentang tri dhama perguruan tinggi (pada pasal 31). Hal-hal itu pada dasarnya cukup diatur secara otonom oleh kampus, dan tidak perlu lagi diatur dalam peraturan menteri. Pengaturan oleh menteri justru berakibat ketidak-independen-an perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsinya sebagai tempat pengajaran dan penelitian.

 

Satu hal lagi yang menjadi permasalahan adalah banyaknya peraturan yang berpotensi untuk dibuat sebagai tindak lanjut dari undang undang ini karena semua bentuk pendidikan akan diatur oleh pemerintah, yang dampaknya adalah akan mengakibatkan pemborosan anggaran dan semacamnya.

 

Maka dari itu, setelah menimbang banyak hal, kam memutuskan untuk menolak pengesahan RUU PT!!!

 

 

IQBAL AKHMAD GHUFRON

Direktur Jenderal Pewacanaan

Kementerian Sosial Politik

BEM ITS TRANSFORMATION