Follow Me on Twitter

Rabu, 21 Maret 2012

Press Release DENTUM KM ITS

Terkait dengan isu kenaikan BBM bersubsidi per 1 April 2012 sebesar Rp 1.500, ada beberapa hal yang perlu kita ketahui bersama. Kenaikan ini pada dasarnya adalah upaya pemerintah untuk menekan subsidi BBM yang membengkak akibat dari harga minyak dunia yang semakin melambung. Di lain pihak kita harus meninjau banyak aspek terkait naiknya harga BBM. Secara hukum, kebijakan menaikkan harga BBM adalah melanggar konstitusi, yaitu melanggar UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Minyak bumi, sebagai bagian dari kekayaan alam yang terkandung dalam bumi Indonesia sudah selayaknya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam hal ini rakyat berhak untuk mendapatkan BBM dengan harga yang layak dan tidak memberatkan. Hal lain yang patut dijadikan pertimbangan adalah efek domino yang akan terjadi sebagai akibat dari kenaikan harga BBM. Poin utamanya adalah kenaikan biaya transportasi sebagai implikasi langsung dari kenaikan harga BBM. Hal ini akan mengakibatkan kenaikan harga kebutuhan lainnya. Pak Soebagyo, seorang ekonom yang juga dosen ekonomi UNAIR memaparkan bahwa akan terjadi inflasi sebesar 7% apabila harga BBM dinaikkan sebesar Rp 1.500. Inflasi sebesar 7%, mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat sebesar 7% pula. Penurunan daya beli masyarakat pun akan mengakibatkan sektor industri menurunkan jumlah produksinya, dan akhirnya akan terjadi PHK besar besaran. Walau data statistik tentang pendapatan per kapita masyarakat Indonesia sebesar US$ 3.700 per tahun, namun jurang kesenjangan sosial di kalangan masyarakat Indonesia masih terlalu lebar. Katika pemerintah menetapkan indikator absolute poverty dengan pendapatan per bulan sebesar Rp 230 ribu, Indonesia sudah memiliki 35 juta rakyat miskin, apalagi dengan indikator kemiskinan dari UNDP (badan PBB) sebesar US$ 2 per hari atau sekitar Rp 540 ribu per bulan, lebih dari 50% penduduk Indonesia berada pada taraf kemiskinan.

Menurut data dari pak Soebagyo, kebutuhan BBM di Indonesia mencapati 1.2 juta barrel per hari, akan tetapi hasil produksi sumur-sumur minyak di Indonesia hanya mencapai 900 ribu barrel per hari. Dan dari 900 ribu barrel itu, pemerintah hanya menerima 520 ribu barrel per hari, sedangkan sisanya diterima kontraktor sebagai recovery cost (bagi hasil). Dan pemerintah mendapat BBM dari pertamina dengan harga US$ 80 per barrel. Sementara itu, sisa kebutuhan minyak Indonesia sebesar 480 ribu barrel per hari dibeli dari luar negeri dalam bentuk minyak sesuai dengan harga minyak dunia, dan 200 ribu barrel sisanya dibeli dalam bentuk BBM jadi yang tentunya harganya lebih mahal.

Timbul suatu pertanyaan, dimana kedaulatan energi kita? Dari sekian banyak potensi energi yang kita miliki, banyak diantaranya yang malah mengalir ke pihak asing. Nasionalisasi aset di bidang energi, bisa menjadi solusi bangsa demi menghadapi krisis energi yang sedang terjadi. Proklamator kita, Bung Karno pernah menyatakan "Biarkan minyak di bumi Indonesia sampai bisa dikelola oleh anak bangsa"

Dengan hasil dari diskusi yang telah dilakukan, maka KM ITS memutuskan untuk MENOLAK KENAIKAN BBM

Maka dari itu, KM ITS menyuarakan tuntutan kepada pemerintah yang terangkum dalam DENTUM KM ITS (Delapan Tuntutan Mahasiswa KM ITS) yaitu :

1.     Nasionalisasi aset di bidang energi, pertambangan, dan industri strategis.
2.     Percepatan pengembangan energi alternatif serta infrastrukturnya.
3.     Optimalkan pengelolaan kekayaan alam untuk rakyat sesuai UUD 1945.
4.     Percepatan pembangunan sistem transportasi massal yang aman, nyaman, handal, dan murah.
5.     Efisiensi anggaran belanja negara.
6.     Pemberantasan mafia pajak.
7.     Tingkatkan kesejahteraan rakyat.
8.     Penguatan kemandirian ekonomi dalam negeri.

KEMENTERIAN SOSIAL POLITIK
BEM ITS TRANSFORMATION

Senin, 05 Maret 2012

Kegalauan Harga Bahan Bakar


GALAU. Mungkin itu yang dirasakan pemerintah selama ini. Pemerintah sedang dibingungkan oleh melonjaknya harga minyak mentah dunia. Berkaitan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia yang mencapai US$ 123.99 per liter dari harga rata-rata tahunan yang berkisar US$ 110 per liter (Brent Crude Oil dari www.oil-price.net) pemerintah berencana menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi, mulai 1 April 2012. Ada dua opsi yang akan dipilih pemerintah, yaitu menaikkan harga sebesar Rp 1.500 secara flat, hal ini berarti harga premium dan solar akan membengkak menjadi Rp 6.000 per liter. Opsi lainnya adalah menaikkan harga berdasarkan harga ekonomis dengan subsidi Rp 2.000 per liter, maksudnya adalah dengan harga premium yang sebenarnya (tanpa subsidi) mencapai Rp 8.400 per liter, pemerintah hanya memberikan subsidi Rp 2.000 per liter atau dengan kata lain harga premium melambung menjadi Rp 6.400 per liter.

Kedua opsi ini ditinjau dari berbagai sisi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing masing. Untuk opsi satu, disinyalir kenaikan harga ini tidak mengakibatkan inflasi yang signifikan. Menurut pak Kresnayana Yahya, dosen Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, inflasi YOY (Year on Year) yang terjadi di indonesia pada maret 2011 - 2012 sebesar 3,57%, sedangkan inflasi MOM (Month on Month) pada januari - februari 2012 sebesar 0,05% dinama targetnya adalah 0,28%. Jadi kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi dinilai masih wajar mengingat inflasi yang terjadi di indonesia masih dibawah target maksimum, yaitu 6%. Akan tetapi opsi ini pun memiliki kekurangan yaitu harganya tidak fleksibel. Apabila harga minyak mentah dunia kembali melonjak, pemerintah juga harus kembali merubah penetapan harga BBM bersubsidi. Sedangkan mengenai opsi kedua, untuk saat ini akan mengakibatkan kenaikan harga yang lebih besar, yaitu kenaikan harga Rp 2.400 per liter. Sisi positif dari opsi ini adalah harga BBM yang lebih fleksibel. Harga BBM akan fluktuatif mengikuti perkembangan harga minyak mentah dunia. Jadi tidak lagi ada kecemasan diantara masyarakat tentang harga BBM, karena perkembangan harga BBM akan bisa diprediksi melalui fluktuasi harga minyak mentah dunia.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi Sarwono  mengatakan bahwa kenaikan harga BBM mau tidak mau pasti akan menimbulkan inflasi, akan tetapi inflasi tertinggi itu hanya terjadi beberapa saat setelah harga BBM tersebut dinaikkan. “Apapun yang dipilih pemerintah dalam pengurangan subsidi itu akan berdampak pada inflasi. Tapi, enggak apa apa nanti akan kita hitung yang perlu kita jaga jangan sampai second round effect-nya (dampak lanjutannya) mennjadi terlalu besar.” ujar Hartadi seusai menghadiri rapat kerja antara Bank Indonesia dan Komisi XI DPR. “Jadi jangan kaget nanti inflasi pada shock akan melebihi target atas kita, yakni 5,5 persen. Tapi tadi, dengan kita kendalikan second round effect itu, dia (inflasi) akan kembali menurun.” imbuhnya lagi.

Ditinjau dari banyak hal, kenaikan BBM nampaknya tidak bisa dihindari lagi. Pemerintah merasa berat dengan beban subsidi BBM yang mencapai Rp 162 triliun per tahun. Menurut hitung-hitungan pemerintah, dengan kenaikan harga BBM bersubsidi ini, negara bisa menghemat setidaknya Rp 30 triliun. Namun, apakah kompensasi dari pemerintah terkait dengan kebijakannya menaikkan harga BBM? Kalau kita berkaca pada pemberian BLT seperti pada tahun 2008 lalu, hal itu bisa dibilang kurang tepat sasaran. Selain karena rentan penyelewengan, momentum pemberian BLT juga terbukti tidak cocok, dikarenakan harga komoditas akan melejit sebelum terjadi kenaikan harga.

Idealnya, sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM yang mengakibatkan kenaikan harga berbagai komoditas, dipandang perlu juga untuk membuat kebijakan yang terkait fasilitas publik, seperti kompensasi untuk kalangan tidak mampu sebagai penambahan kuota beras miskin (raskin) atau kemudahan dalam segi transportasi umum. Seperti kita ketahui bersama bahwa kendaraan pribadi merupakan faktor terbesar yang banyak mengkonsumsi BBM. Oleh karena itu dengan memberikan kemudahan dan fasilitas di sektor transportasi publik akan meningkatkan animo masyarakat untuk beralih dari menggunakan kendaraan pribadi ke moda transportasi umum. Hal itu akan berimbas pada banyak hal, diantaranya selain mengurangi kemacetan yang banyak terjadi di berbagai kota besar, juga meningkatkan perputaran ekonomi di kalangan menengah kebawah yang banyak dijumpai di moda transportasi umum serta mengurangi kesenjangan sosial antara golongan berkecukupan dan golongan ekonomi menengah kebawah.




IQBAL AKHMAD GHUFRON
Direktur Jenderal Pewacanaan
Kementerian Sosial Politik
BEM ITS Transformation