Follow Me on Twitter

Kamis, 29 November 2012

Dibalik Wacana Kenaikan Tarif Dasar Listrik

1 januari 2013, pemerintah berencana menaikkan tarif dasar listrik (TDL). Bagi pelanggan diatas 1300 kWh akan dibebankan kenaikan TDL sebesar 15%, sementara untuk pelanggan 450 dan 900 kWh tidak akan dibebankan kenaikan TDL. Bukan kominal besarnya kenaikan TDL yang menjadi masalah, namun rangkaian 
efek domino yang dihasilkan seiring dengan naiknya TDL tersebut.

            Apa alasan kenaikan TDL tersebut?

Mengenai alasan kenaikan TDL tersebut, ini berkaitan dengan inefisiensi PLN. Pada tahun 2009-2010 PLN mengalami kerugian sebesar 37.6 triliun, masing-masing 17.6 triliun pada 2009 dan 19.7 triliun pada 2010. Maka diwacanakan adanya kenaikan TDL sebesar 15% tersebut agar bisa menutupi kerugian akibat inefisiensi tersebut.

           Dan mengapa inefisiensi ini bisa terjadi?

Menurut hasil pemeriksaan BPK RI nomor 30/Auditama VII/PDTT/09/2011 ditemukan fakta bahwa terjadi inefisiensi pada 8 pembangkit listrik di indonesia. Suplai gas pada delapan pembangkit listrik tersebut yang berbasis dual firing tersebut tidak terpenuhi. Kawan, pembangkit listrik dual firing bisa beroperasi menggunakan bahan bakar minyak (solar) dan gas. Namun, kenyataannya adalah delapan pembangkit tersebut dioperasikan menggunakan solar yang jauh lebih mahal biayanya. Ketika pembangkit listrik tersebut dioperasikan menggunakan solar, pada tahun 2009 biaya aktualnya adalah 25.5 triliun, dibandingkan estimasi jika menggunakan gas yang hanya sebesar 7.66 triliun. Juga pada tahun 2010 yang biaya aktual penggunaan solar nya sebesar 25.5 triliun, dibandingkan dengan jika menggunakan gas yang hanya 7.66 triliun. Praktis total kerugian akibat inefisiensi PLN adalah 37.6 triliun. (1)

            Lantas apa alasan pemakaian solar pada pembangkit tersebut?

Faktor kunci pada penentuan TDL adalah biaya produksi yang dibutuhkan. Dan dalam hal ini adalah ketersediaan suplai dari bahan bakar pembangkit listrik. Kenyataannya adalah, pembangkit listrik tersebut menggunakan solar untuk operasionalnya karena kurangnya suplai gas untuk pembangkit listrik. Padahal gas adalah sumber energi yang relatif murah (dibanding minyak) dan cukup melimpah di indonesia. Indonesia memiliki cadangan gas alam terbukti sebanyak 1.6% dari cadangan gas alam dunia. Namun mengapa masih ada kekurangan gas untuk produksi listrik?

Kawan, ternyata pada produksi kilang gas Tangguh, Papua yang mampu memproduksi hingga 135.5 ribu barrel per hari, seluruhnya dialokasikan untuk diekspor ke luar negeri dengan harga murah. Menurut pernyataan Jero Wacik, menteri ESDM, 50% dari produksi gas tangguh diekspor ke Fujian, Cina, sementara 50% lainnya diekspor ke AS. Dan gas tersebut dijual dengan harga murah, yakni US$ 3.35 per MMBTU (million british thermal unit), sementara harga jual di dalam negeri sendiri mencapai US$ 6-10 per MMBTU. Dan kontrak tersebut berdurasi hingga 2029 mendatang. (2)

Sementara, menurut statistik gas bumi yang dikeluarkan oleh kementerian ESDM RI, alokasi gas nasional untuk produksi listrik hanyalah 8.6% dari total produksi nasional. Sangat timpang jika dibandingkan dengan alokasi gas yang diekspor ke luar negeri yang mencapai 53%. Sungguh mengecewakan jika kita banyak mengekspor gas ke luar negeri, namun di dalam negeri masih terjadi inefisiensi produksi listrik yang menggunakan bahan bakar gas, apalagi jika inefisiensi tersebut merugikan negara hingga 37 triliun.

            Dan apakah sisi positif dari kenaikan TDL tersebut?

Pada APBN-P 2012, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi kelistrikan sebesar 64.9 triliun, sementara menurut wakil menteri keuangan Mahendra Siregar akan melebihi 100 triliun. (3) Maka dari sini dapat disimpulkan bahwa negara akan menanggung kerugian dari subsidi sebesar 35 triliun.

Hal ini juga diperkuat oleh pasal 8 ayat 10 UU APBN 

“Belanja subsidi dapat disesuaikan dengan kebutuhan aggaran dengan mengantisipasi perubahan parameter subsidi”

Dan pada ayat 2 menyatakan bahwa subsidi kelistrikan 2013 sebesar 80 triliun.


Dengan adanya kenaikan TDL tersebut, maka pemerintah akan menghemat anggaran sebesar 14.87 triliun. Dan dengan itu, dana subsidi yang besar diharapkan dapat dialihkan ke alokasi lain, seperti pembangunan infrastruktur dan sebagainya, yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

            Dan, apakah sisi negatif dari kenaikan TDL?

Kawan, ketika kita bertanya, apa sih peran negara dalam kasus TDL ini, kita bisa berkaca pada konstitusi kita, UUD 1945. Pasal 33 ayat 3 dan 4 UUD 1945 mencantumkan sebagaimana berikut :
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dan juga pada UU no 30/2009 tentang ketenagalistrikan, pasal 2 juga mengatur hal tersebut :
(1)   Pembangunan ketenagalistrikan menganut asas:
d. optimalisasi ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya energi;
(2)   Pembangunan ketenagalistrikan bertujuan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang wajar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

Idealnya, kawan, ketika kita membicarakan tentang potensi SDA dalam negeri, harus dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menguntungkan bangsa sendiri. Apalagi jika sumber daya tersebut merupakan sumber daya strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak, idealnya adalah dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, kawan, kenyataannya malah sumber daya strategis tersebut diekspor ke luar negeri, dengan harga murah pula. Sungguh ironis. Walaupun atas nama profit atau demi men-stabilkan neraca ekspor impor, namun menjual sumber daya strategis ke luar negeri dalam volume besar itu tidak bisa dibenarkan. Karena energi sudah tidak lagi menjadi komoditas biasa saja, namun telah menjadi barang strategis. Oleh karena itu, menjadi kewajiban pemerintahlah untuk menjaga kedaulatan energi kita.

Selain itu, kita berbicara tentang efek domino dari kenaikan TDL ini. menurut data dari kamar dagang dan industri (KADIN), kenaikan TDL 15% dapat memicu terjadinya inflasi sebesar 6%, hampir sama seperti isu kenaikan BBM lalu yang dapat mengakibatkan inflasi sebesar 7%. Dan dengan inflasi sebesar itu, harga barang kebutuhan akan naik sebesar 6%, dan itu berimplikasi pada menurunnya daya beli masyarakat sebesar 6%. Ketika daya beli masyarakat menurun, sektor industri akan menurunkan tingkat produksinya, untuk mencegah terjadinya kelebihan pasokan di pasaran. Penurunan tingkat produksi mengakibatkan industri akan “merumahkan” karyawannya (baca : PHK) dan itu akan berimplikasi pada banyak hal lainnya, seperti kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, kesehatan, dan sebagainya.

Kawan, kita tahu bersama, bahwa terjadi defisit anggaran karena subsidi membengkak. Namun, tidak serta-merta dapat diatasi dengan menaikkan TDL. Dengan kenaikan TDL sebesar 15%, pemerintah dapat menghemat anggaran sebesar 14.89 triliun. Sementara itu, defisit anggaran kita karena menggembungnya subsidi kelistrikan saja mencapai 35 triliun, belum lagi kerugian-kerugian lainnya. Selain itu, walaupun kita mencanangkan akan adanya energi baru terbarukan (EBT) pun tidak akan cukup waktunya untuk diaplikasikan pada awal tahun mendatang. Karena, kawan, regulasi tidak akan bisa berjalan tanpa adanya infrastruktur. Menaikkan TDL bukanlah tindakan bijak ketika infrastruktur, dalam hal ini, pembangkit listrik berbasis EBT belum ada.

Dan pemerintah sebagai pemimpin dari rakyat harus mengayomi, dalam hal ini membuat kebijakan yang pro rakyat. Diantara banyak kebijakan di bidang energi yang tidak pro rakyat, terutama di bidang industri hulu-nya, pemerintah harus turut campur untuk mengubah kebijakan tersebut agar lebih menjangkau dan lebih membela rakyat kecil.

)      http://www.tempo.co/read/news/2012/11/06/090440101/Harga-Ekspor-Gas-ke-Cina-Akan-Ditinjau-Ulang


IQBAL AKHMAD GHUFRON
Direktur Jenderal Pewacanaan
Kementerian Sosial Politik
BEM ITS TRANSFORMATION

Tidak ada komentar:

Posting Komentar